Magelang – Tradisi ziarah kubur menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, salah satunya di Makam Aulia Gunungpring, Muntilan, Magelang. Tempat ini merupakan makam Kyai Raden Santri, saudara Panembahan Senopati sekaligus tokoh penyebar Islam di Jawa.
Penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Abdurrouf, Huda Andika, Fariz Sultan Narzaqawi, Viena Sherinasyifa, Tamara Octaviani, dan Subur dari Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) mengkaji lebih dalam praktik tawassul dan tabarruk yang masih dilestarikan masyarakat setempat.
Tawassul dipahami sebagai doa kepada Allah dengan menyebut nama nabi, wali, atau orang saleh sebagai perantara, sedangkan tabarruk dimaknai sebagai usaha mencari keberkahan dari keteladanan dan jasa tokoh yang dimakamkan. Tradisi ini tidak hanya menjadi sarana spiritual, tetapi juga mengandung nilai pendidikan Islam yang kuat.
Hasil penelitian menemukan bahwa ada empat nilai utama dalam tradisi ini, yaitu nilai aqidah yang memperkuat keyakinan kepada Allah dan kehidupan akhirat, nilai keteladanan dari perjuangan para wali, nilai akhlak yang menumbuhkan sikap rendah hati dan kesadaran akan pentingnya berbuat baik, serta nilai ibadah melalui doa, dzikir, dan pembacaan Al-Qur’an.
Di tengah arus modernitas, tradisi ziarah, tawassul, dan tabarruk di Gunungpring bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga sarana pendidikan spiritual yang relevan bagi generasi muda. Penelitian ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat bersinergi dengan nilai pendidikan Islam, sekaligus menjadi model integrasi budaya dan religiusitas dalam masyarakat.
Temuan ini sejalan dengan komitmen LPPM UNIMMA untuk terus mendorong riset yang memberikan kontribusi nyata, tidak hanya bagi pengembangan ilmu, tetapi juga bagi penguatan nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal.